Monday, December 12

Mondar-mandir

Salam hangat dan sejahtera, saat saya mengunjungi blog saya, saya tersentil oleh pertanyaan dari salah seorang pengunjung blog ini. "Apa tujuan hidup saya?" Pertanyaan yang sederhana sekali namun menyimpan sejuta arti dan sejuta jawaban...

Pernahkah anda bertanya pada diri anda sendiri, apakah tujuan hidup anda? Sudah terlalu banyak orang yang sibuk karena rutinitasnya sehingga mereka sudah sama sekali tidak memikirkan martabatnya sebagai manusia dan tujuan hidupnya. Orang pertama mengatakan, "Tentu saja mencari kekayaan dan harta sebanyak-banyaknya." Orang kedua berkata, "Kita hidup untuk mengungkap miliaran rahasia semesta yang masih tersembunyi lewat ilmu pengetahuan yang tak terbatas." Sementara orang naif berkata, "Kebahagiaan adalah tujuan hidup kita. Mencari kebahagiaan." Berada di kelompok manakah anda?

Menggunakan kacamata realis, jawaban orang pertama dan orang kedua adalah jawaban yang paling tepat untuk menjawab tujuan hidup kita. Namun saya rasa, di setiap hati kecil manusia, pasti selalu memiliki hasrat untuk memperoleh kebahagiaan seperti kata orang naif itu. Pernyataan ini menggelitik bagi saya. "Kebahagiaan", apa arti kebahagiaan? Bagaimana cara kita memperoleh kebahagiaan? Apakah yang akan kita lakukan bila kita sudah bahagia? Nurani saya kembali bergejolak lewat pertanyaan-pertanyaan itu.

Bahagia. Bukan sesuatu yang diragukan bahwa semua orang mencari kebahagiaan. Kebahagiaan bersifat universal, berlaku untuk semua orang. Tidak peduli putih, hitam, kuning, keriting, cerdas, bodoh, kaya dan miskin. Tidak ada seorang pun yang tidak ingin merasa bahagia. Permasalahannya muncul di sini, bagaimana interpretasi kebahagiaan menurut anda?

Alkisah, seorang pemuda yang berasal dari desa pergi merantau ke kota untuk mencari pekerjaan. Ia sudah muak dengan kehidupan yang biasa-biasa saja di desa. Ia ingin maju dan menjadi orang kaya di kota, maka pergilah dia ke kota. Kehidupan di kota tidak berjalan sesuai dengan pemahamannya. Persaingan di mana-mana, tidak pandang teman, kawan atau bahkan saudara, jika sudah berkaitan dengan uang, semua menjadi lawan. Jatuh bangun ia bekerja mengumpulkan lembar demi lembar uang untuk mengisi pundi-pundinya, akhirnya ia mempunyai modal yang cukup untuk membuka sebuah usaha dan menjadi pedagang. Ia senang. Saat itu. Itukah kebahagiaan yang dicari? "Belum!", kata pemuda itu. Maka ia tak henti-hentinya dengan tekun dan semangat, hari demi hari ia bekerja tanpa kenal lelah, tidak jarang ia harus menyampaikan selamat tinggal pada jam tidurnya karena ia harus menunggu barang kiriman yang datang, tidak jarang pula ia menanggung rugi karena dagangganya tidak laku, namun ia tak menyerah dan terus menumpuk harta.

Akhirnya sampailah ia pada sebuah titik puncak. Ia berhasil membeli rumah dari uang jerih payahnya sendiri setelah sekian tahun bersusah payah membayar kontrakan rumah. Ia pun telah memiliki mobil pribadi karena penjualannya dalam waktu dekat sangatlah berhasil. Masalah uang, ia tidak perlu ambil pusing lagi sekarang. Apakah kebahagiaan sudah diperoleh? "Tentu saja aku bahagia saat ini! Bagaimana tidak, aku sudah sukses dan berhasil di kota." begitulah kurang lebih hati dari pemuda itu berbicara. Ia sudah merasakan kebahagiaan itu, tapi apakah ia berhenti pada titik itu? Tentu saja tidak. Ia terus dan terus menumpuk pundi-pundi hartanya.

Namun tibalah hari dimana semua itu berakhir. Malam itu, seorang pesaing dagang dari pemuda itu yang sudah lama iri kepadanya mempunyai niat jahat. Di saat pemuda itu terlelap bergelimangan harta, rumahnya dibakar. Kebakaran yang bukan main-main timbul. Hampir 6 branwir harus mengatasi kebakaran itu. Semuanya lenyap, ludes, dimakan api. Pemuda itu hanya dapat menangis setelah bersusah payah keluar dari lalapan api. Semua hasil keringatnya hilang. Tanpa bekas. Apakah itu, yang juga disebut kebahagiaan? "Ya enggak lah, wong dia uda ga punya apa-apa gimana mau bahagia?"

Dari pertanyaan itu, apakah kebahagiaan harus diukur dengna materi? Jika ya, apakah dengan mencari harta sebanyak-banyakanya, kita dapat bahagia selamanya? Jika anda berkata, "Roda kehidupan selalu berputar, kadang manusia ada di atas, kadang manusia ada di bawah." Kalau begitu, untuk apa kita bersusah-susah bekerja keras, toh nanti kita juga akan berada di atas? Dan jikalau roda kehidupan terus berputar, pernahkah anda merasa jenuh akan hidup yang terasa begitu monoton, hampa, dan hanya seperti siklus yang terus berputar, pada suatu saat kita akan berdiri pada titik dimana kita memulai semuanya. Saat kita meninggal, kita hanya akan menjadi debu tanpa membawa sehelai benang pun. Sama seperti saat kita dilahirkan. Telanjang. Ya, itulah martabat manusia yang sebenarnya.

Tulisan saya kali ini awalnya berniat untuk menemukan hasil pergolakan batin saya terhadap tujuan hidup saya di dunia. Namun sepertinya saya gagal, dan pertanyaan demi pertanyaanpun terus mengalir deras di otak saya tanpa dapat saya bendung, sepertinya saya hanya mondar-mandir di dunia ini. Bagaimana dengan anda?

No comments:

Post a Comment